manusia makhluk peneliti

وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَٰهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُۥٓ أَخْلَدَ إِلَى ٱلْأَرْضِ وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ ۚ فَمَثَلُهُۥ كَمَثَلِ ٱلْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ ٱلْقَوْمِ ٱلَّذِينَ كَذَّبُوا۟ بِـَٔايَٰتِنَا ۚ فَٱقْصُصِ ٱلْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ  
Terjemah Arti: Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.(QS. Al Araf -176)

أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا۟ ۗ مَا بِصَاحِبِهِم مِّن جِنَّةٍ ۚ إِنْ هُوَ إِلَّا نَذِيرٌ مُّبِينٌ 

 Terjemah Arti: Apakah (mereka lalai) dan tidak memikirkan bahwa teman mereka (Muhammad) tidak berpenyakit gila. Dia (Muhammad itu) tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan lagi pemberi penjelasan.(QS. Al Araf -184)

إِنَّمَا مَثَلُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا كَمَآءٍ أَنزَلْنَٰهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ فَٱخْتَلَطَ بِهِۦ نَبَاتُ ٱلْأَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ ٱلنَّاسُ وَٱلْأَنْعَٰمُ حَتَّىٰٓ إِذَآ أَخَذَتِ ٱلْأَرْضُ زُخْرُفَهَا وَٱزَّيَّنَتْ وَظَنَّ أَهْلُهَآ أَنَّهُمْ قَٰدِرُونَ عَلَيْهَآ أَتَىٰهَآ أَمْرُنَا لَيْلًا أَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنَٰهَا حَصِيدًا كَأَن لَّمْ تَغْنَ بِٱلْأَمْسِ ۚ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ ٱلْءَايَٰتِ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ 


 Terjemah Arti: Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berfikir.
(QS. Yunus-24)

Dari beberapa referensi yang saya baca, saya dapat memaknai makna manusia makhluk peneliti sebagai manusia yang mampu berfikir karena makna teliti yang merupakan kata dasar dari peneliti adalah cermat/seksama menurut kbbi yang tentu dapat dimaknai sebagai orang yang berfikir. ayat diatas adalah firman allah yang menerangkan kita suapaya mau berfikir dalam arti cermat/seksama dalam menanggapi sebuah masalah ataupun dalam kehidupan sehari hari. namun kata peneliti juga bisa dimaknai sebagai orang yang ingin mencari tahu kebenaran dalam sebuah hal yang tentunya berarti dia berfikir untuk dapat memahami apa yang ingin di ketahui.

Manusia sebagai makhluk peneliti merupakan suatu hal yang manusiawi, karena pada dasarnya manusia memiliki keingintahuan yang sangat kuat sehingga menjadikannya sebagai makhluk yang selalu ingin mencari tahu.Berdasarkan asbab nuzul surah AlMudaṡṡir ayat 18, ayat ini mengecam sikap Al-Walid Al-Mugirah yang telah berpikir jernih dan menemukan kebenaran namun malah berpaling karena dorongan nafsu dan duniawi (Hamka, 1985, hlm. 209). Maka dari itu tujuan berpikir yaitu agar menemukan kebenaran sebagaimana yang sempat dirasakan Al-Walid walaupun pada akhirnya ia malah berpaling, padahal sempat berpikir dengan baik dan mendapatkan kebenaran. Surah Al-Araf ayat 176 juga terdapat kaitannya dengan Al-Mudaṡṡir ayat 18 karena mengecam orang yang menuruti hawa nafsunya, padahal seandainya ia tidak mengikuti hawa nafsu kemudian mengikuti kebenaran niscaya AllƗh akan meninggikan derajatnya (Al-Jazairi, 2010, hlm. 200). Begitulah yang terjadi terhadap Al-Walid. Allah memerintahkan untuk menceritakan kisah-kisah tersebut agar dipikirkan sehingga mendapatkan kebenaran. Dalam surah Al-An’am ayat 50, ayat ini memerintahkan manusia berpikir agar mendapatkan kebenaran dan terhindar dari kesesatan/takhayul. Ayat ini berusaha meluruskan pandangan sesat kaum Quraisy tentang kenabian, maka mereka diperintahkan untuk berpikir kembali. Bahkan AllƗh menyindir bahwa tidak sama orang yang berpikir dengan yang tidak, ibarat orang yang buta dengan orang yang melihat (Quthb, 2004, hlm. 93). Dalam surah An-Nahl ayat 44 peneliti menemukan bahwa ayat ini merupakan penegasan kenabian supaya mereka memikirkannya sehingga dapat mengetahui kebenaran tentang apa yang dibawa rasul pada mereka yaitu wahyu dan syariat. Apa yang dibawa rasul adalah peringatan dan membawa kebaikan, maka hendaklah mereka memikirkannya (AlJazairi, 2010, hlm. 212). 

Dalam mencari ilmu inilah manusia zaman sekarang harus membuktikan semuanya secara empirik sehingga memerlukan sebuah penelitian. Seperti misalnya manfaat sholat yang sudah pernah diteliti dan dibuktikan dengan manfaat yang didapat seperti kebugaran dan kesehatan baik jasmani maupun rohani. Dan juga beberapa penelitian yang sebenarnya dilakukan untuk membuktikan apa yang terdapat atau disebutkan dalam AlQuran sampai semuanya terbukti baru manusia akan percaya. Maka dari itulah mengapa manusia disebut sebagai makhluk peneliti.

Syariat Islam hanya bisa dilaksanakan oleh orang-orang yang mempunyai akal dan mampu berpikir. Adapun orang yang mempunyai akal namun tidak digunakan untuk berpikir dengan baik maka tidak bisa menerapkan syariat Islam dalam dirinya, bahkan ia akan berbalik menolaknya. Dalam Alquran terdapat 18 surah dengan term ‘berpikir’ (al-fikr) yang baik secara langsung ataupun tidak menyuruh manusia berpikir. Objek berpikir dalam Alquran bukanlah memikirkan zat Allah Swt, namun memikirkan hikmah dari ciptaan Allah Swt di alam semesta, kekuasaan Allah Swt dalam mengatur alam semesta, dan nikmat Allah Swt yang terdapat di alam semesta. Alquran mengajak manusia untuk memikirkan alam semesta, diri manusia, dan hikmah dari syariat atau segala perintah dan larangan Allah Swt. Dengan cara demikian, manusia bisa semakin dekat dan kenal dengan AllƗh Swt sehingga akan menghasilkan akhlak yang baik sebagai perwujudannya terhadap kedekatan dan ketaatan pada Allah Swt.



REFERENSI
Al-Jazairi, A. B. (2010a). Tafsir Al-Quran Al-Aisar (Jilid 3). (Suratman, Penerj.) Jakarta: Darus Sunnah Press.
Al-Jazairi, S. A. (2010b). Tafsir Al-Quran Al-Aisar (Jilid 4). (Suratman, Penerj.) Jakarta: Darus Sunnah Press.
Al-Jazairi, S. A. (2010c). Tafsir Alquran Al-Aisar (Jilid 4). (Suratman, Penerj.) Jakarta: Darus Sunnah Press
Quthb, S. (2004a). Tafsir Fi Dzilalil Qur'an (Jilid 11). (A. Yasin, Penerj.) Jakarta: Gema Insani. Quthb, S. (2004b). Tafsir Fi Dzilalil Qur'an (Jilid 4). (A. Y. Dkk, Penerj.) Jakarta: Gema Insani. Quthb, S. (2004c). Tafsir Fi Dzilalil Quran (Jilid10). (A. Yasin, Penerj.) Jakartta: Gema Insani Press. Quthb, S. (2004d). Tafsir Fi Zhilalil Qur'an (Vol. 6). (A. Yasin, Penerj.) Jakarta: Gema Insani

Hamka. (1985b). Tafsir Al-Azhar (Juz 28,29, Dan 30). Jakarta: Pustaka Panjimas.
http://rizkahidayanty.blogspot.com/2015/12/manusia-sebagai-makhluk-peneliti.html#:~:text=Dalam%20surah%20Al%2DAlaq%20ayat,hal%20dalam%20kehidupan%20sehari%2Dhari.

Komentar

Postingan Populer