ibadah mahdah

Jenis ibadah sejatinya terbagi menjadi berbagai macam pembagian yang variatif, tergantung dari aspek apa kita menilainya. Ada sebagian pandangan yang mengelompokkan ibadah berdasarkan bentuknya dalam dua kategori, yakni ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah
Mahdhah [محضة] artinya murni. Ibadah mahdhah berarti ibadah murni.

Mengapa disebut ibadah mahdhah?
Istilah ini disampaikan para ulama untuk membedakan dengan ibadah ghairu mahdhah [غير محضة], yaitu ibadah yang tidak murni. Karena ada konsekuensi yang berbeda antara ibadah mahdhah dengan ibadah ghairu mahdhah.
Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid pernah menjelaskan perbedaan antara ibadah mahdhah dengan ghairu mahdhah, berikut perbedaan konsekuensinya.
Ketika membahas perbedaan pendapat ulama mengenai wudhu, apakah harus berniat atau tidak, beliau mengatakan,
وسبب اختلافهم تردد الوضوء بين أن يكون عبادة محضة: أعني غير معقولة المعنى وإنما يقصد بها القربة له فقط كالصلاة وغيرها وبين أن يكون عبادة معقولة المعنى كغسل النجاسة
Sebab perbedaan mereka adalah perselisihan dalam memandang wudhu, apakah termasuk ibadah mahdhah, yaitu ibadah yang tidak bisa dipahami secara logika (Ghair Ma’qul al-Ma’na), akan tetapi tujuannya murni untuk beribadah kepada Allah semata, seperti shalat dan yang lainnya. Atau wudhu termasuk ibadah yang bisa dipahami secara logika, seperti membersihkan najis.
Lalu beliau menegaskan,
فإنهم لا يختلفون أن العبادة المحضة مفتقرة إلى النية والعبادة المفهومة المعنى غير مفتقرة إلى النية. والوضوء فيه شبه من العبادتين ولذلك وقع الخلاف فيه وذلك أنه يجمع عبادة ونظافة
“Karena mereka sepakat bahwa ibadah mahdhah membutuhkan niat, sementara ibadah yang bisa dipahami secara logika, tidak butuh niat. Sementara wudhu mirip dengan ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah. Karena itulah, terjadi perbedaan pendapat terkait wudhu, karena wudhu menggabungkan antara amal ibadah dengan bersuci.” (Bidayatul Mujtahid, 1/8).
Kita bisa mengenali ibadah yang Ghair Ma’qul al-Ma’na (tidak bisa dipahami secara logika) dengan cara menimbang posisi keberadaan syariat. Andaikan tidak ada syariat yang diturunkan oleh Allah, tentu manusia tidak bisa melakukannya. Karena tidak terbayang dalam logika mereka.
Andai tidak ada ajaran syariat, kita tidak akan pernah tahu shalat 5 waktu. Kita juga tidak tahu jumlah rakaatnya.
Andai tidak ada ajaran syariat, kita juga tidak tahu mengapa zakat mal itu 2,5%, hanya dikeluarkan untuk 8 ashnaf (golongan).
Andai tidak ada ajaran syariat, kita juga tidak tahu bagaimana cara dzikir yang benar setelah shalat.
Dst. Logika manusia tidak bisa menjangkaunya.
Berbeda dengan ibadah yang Ma’qul al-Ma’na (bisa dipahami berdasarkan logika). Meskipun tidak ada wahyu, orang bisa memahaminya. Seperti membersihkan kotoran dan najis, berbakti kepada kedua orang tua, berbuat baik kepada sesama, amar ma’ruf nahi mungkar, memberi nafkah keluarga, dst. Dengan nalurinya, orang bisa melakukannya.
Kaitannya dengan ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah, ada 2 hal yang perlu kita bedakan,
[1] Keabsahan ibadah
[2] Mendapatkan pahala dari ibadah
Ibadah mahdhah hanya akan bernilai sah dan berpahala, jika dilakukan dengan niat yang ikhlas.
Berbeda dengan ibadah ghairu mahdhah. Jika dilakukan dengan niat yang benar, untuk mendapatkan pahala dari Allah, maka ada nilai pahalanya. Namun jika dilakukan tanpa diiringi niat yang benar, statusnya tetap sah, hanya saja, tidak ada nilai pahalanya.
Seorang anak sah disebut berbakti kepada kedua orang tuanya, ketika dia berbuat baik kepada mereka, meskipun bisa jadi tidak ada keinginan untuk mengharap pahala dari Allah.
Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan,
قد صح الحديث بأن نفقة الرجل على أهله صدقة… وهذا قد ورد مقيدا في الرواية الأخرى بابتغاء وجه الله… فتحمل الأحاديث المطلقة عليه
Terdapat hadis shahih bahwa nafkah seorang suami kepada keluarganya bernilai sedekah… dan dinyatakan dalam riwayat yang lain dengan batasan, ‘dalam rangka mencari wajah Allah.’ Maka hadis yang bersifat mutlak (tanpa batasan), dibawa kepada hadis yang ada batasannya. (Jami’ al-Ulum wal Hikam, 2/63)
Mereka (para ulama) tidak berbeda pendapat bahwa Ibadah Mahdhah ini butuh terhadap niat dan Ibadah yang al-mafhumatul ma’na tidak butuh terhadap niat. Sedangkan wudhu terdapat keserupaan diantara dua jenis ibadah tersebut. Atas dasar inilah ulama’ berbeda pendapat dalam hal wajib tidaknya niat dalam wudhu. Hal ini dikarenakan di dalam wudhu sejatinya terkumpul makna ibadah dan makna membersihkan (tubuh), sedangkan fiqih lebih memandang makna mana yang lebih kuat di antara keduanya, lalu wudhu disamakan dengan makna tersebut,” (Lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, juz I, halaman 8).
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang dua istilah ibadah tersebut, Rasulullah bersabda dalam sebuah hadis qudsi. "Allah berfirman, hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan (ibadah mahdhah), jika hamba-Ku terus-menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amal kebaikan (ibadah ghairu mahdhah) maka aku mencintai dia." (HR Bukhari 6021)
jadi dalam kutipan diatas telah di jelaskan banyak hal yang terkait dengan ibadah mahdah dan ghairu mahdah yang pada intinya harus dipahami dengan baik supaya dapat bermanfaat.Wallahu a’lam.

sumber:
 https://konsultasisyariah.com/30961-apa-itu-ibadah-mahdhah.html
https://islam.nu.or.id/post/read/108808/perbedaan-ibadah-mahdhah-dan-ghairu-mahdhah

Komentar

Postingan Populer